Jumat, 06 November 2009

Kekerasan itu efisien, tetapi…

Orang yang menggunakan kekerasan menyesatkan sesamanya, dan membawa dia di jalan yang tidak baik. (Amsal 16:29a)

Apa hendak dikata, kita sedang hidup di negeri yang telah “kehilangan” hukum, dimana manusia-manusia benar-benar tampak aslinya: egoistik dan tak sabar dan mudah sekali tergoda melakukan kekerasan untuk menyelesaikan masalah. Lihatlah apa yang selalu terjadi di jalan raya bila ada dua kenderaan bersenggolan. Alih-alih mengharap petugas datang memeriksa dan menyelesaikan masalah berdasar hukum dan keadilan, para pengguna jalan justru memilih adu mulut, saling gertak, melemahkan nyali “lawan” dan kalau perlu langsung memukul. Tentu kita belum lupa (mungkin tak pernah lupa) bagaimana kekerasan justru telah dijadikan “adat” dan “aturan” di suatu kampus yang mendidik calon pelayan masyarakat dan pegawai negara. Sementara itu anak-anak kita yang masih kecil saban siang hari disuguhi siaran kekerasan di televisi justru pada saat orangtuanya sedang bekerja di kantor. Dan hampir setiap hari kita mendengar atau melihat kekerasan dilakukan atas nama ketertiban, agama, suku atau sekadar pelampiasan nafsu. Semua itu mungkin gambaran sesungguhnya dari masyarakat, keluarga-keluarga dan komunitas agama kita yang sedang sakit lahir dan batin.

Firman hari ini mengingatkan kita bahwa kekerasan, sekalipun tampaknya efektif dan efisien menyelesaikan masalah, sebenarnya menyesatkan dan berakibat buruk. Mengapa? Sebab kekerasan menghalangi kemanusiaan kita bertumbuh dan berkembang. Anak yang selalu diancam dan dikerasi orangtuanya mungkin patuh dan tertib, namun tidak mampu mengekspresikan seluruh kemampuannya. Istri yang selalu dipukul suaminya mungkin secara fisik tampak sehat, namun jiwanya menderita dan rusak. Murid yang dibesarkan dengan celaan dan hinaan potensial menjadi pencela dan penghina sesamanya. Bahkan penjahat yang dikerasi sewenang-wenang bukannya bertobat namun semakin bengis dan jahat. Dengan kata lain kekerasan hanya akan melahirkan kekerasan. Bukan hanya itu. Kekerasan itu berakibat buruk bagi korban maupun pelakunya. Lantas untuk apa?

Namun pertanyaan belum selesai: apakah saudara hari ini juga mau belajar menyelesaikan masalah tanpa menggunakan kekerasan, baik dalam tindakan maupun kata-kata? Terutama ketika letih, kecewa atau marah besar apakah saudara dan saya mampu tidak tergoda menggunakan kekerasan untuk mewujudkan kehendak?

Doa:
Ya Kristus, Engkau tidak menyukai kekerasan. Engkau memilih jalan-jalan damai dan bahkan pengorbanan untuk mewujudkan rencana dan cita-citaMu. Biarlah keteguhan hatiMu kepada damai, kerelaanMu menderita kehidupan demi orang lain, dan kebebasanMu memilih jalan salib, menginspirasi dan memotivasi kami di tengah-tengah dunia yang penuh dengan kekerasan, ancaman dan permusuhan ini. Karuniakanlah hati kami dengan damaiMu yang tidak terkalahkan itu. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar